Rabu, 26 Mei 2010

Heterogenitas dalam Arsitektur dan Keseharian

oleh : Radhie Alfha

Tentang Arsitektur
Diawali dengan hadirnya kebutuhan manusia yang harus dipenuhi, arsitektur hadir mendampingi perkembangan manusia dulu hingga sekarang. Dimulai dari masa dimana arsitektur hadir hanya sebagai sebuah usaha pemenuhan kebutuhan fisik hingga ke masa dimana arsitektur dapat hadir dalam berbagai hal. Termasuk didalamnya adalah fungsi yang hanya sekadar untuk memperindah saja. Di tiap-tiap masa tersebut, arsitektur hadir dengan karakteristik dan nilai yang berbeda. Nilai-nilai dan karakteristik tersebut selalu berkembang seiring dengan majunya pola pikir manusia.
Arsitektur pada awalnya merupakan sebuah bentuk solusi yang bersifat lokal terhadap suatu masalah, terutama kebutuhan akan perlindungan dan naungan dari alam. Lokal disini berarti hanya terikat pada masalah tersebut saja. Arsitektur semacam ini merupakan sebuah hasil usaha trial and error yang dilakukan oleh manusia primitif dalam menghadapi permasalahan pemenuhan kebutuhan dasarnya. Usaha yang dilakukan manusia ini merupakan sebuah bentuk interaksi langsung dan mendetail antara manusia dengan masalah yang dihadapainya.Penyelesaian yang lahir dari usaha trial and error membuat manusia menjadi mengenali permasalahan tersebut secara mendalam dan mendetail. Hal ini dikarenakan solusi semacam ini bersifat mendetail dari tiap aspek permasalahan tersebut, bukan secara makro, sehingga satu permasalahan dapat memiliki banyak solusi yang kesemuanya harus diterapkan bersama-sama. Ketika mencapai suatu masa dimana permasalahan tersebut sudah tidak dapat lagi diselesaikan dengan rangkaian solusi tersebut, maka manusia akan kembali melakukan arsitektur trial and error untuk menyelesaikannya. Proses ini akan terus-menerus berulang.
Arsitektur vernakular yang sifatnya sangat beragam dan unik di setiap kelompok komunitas juga merupakan sebuah bentuk arsitektur yang lahir dari interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya dan permasalahan yang dihadapinya. Berbagai macam prinsip yang terdapat dalam arsitektur vernakular suatu daerah terbentuk dari persepsi manusia akan kepercayaan, budaya, cara hidup, gejala alam yang mereka hadapi. Sekali lagi, arsitektur semacam ini menjadikan manusia memiliki pemahaman yang mendasar dan mendetail terhadap suatu permasalahan.
Masa berikutnya, saat terjadi pergerakan seni dan segala nilai-nilai keindahan dan kesempurnaan, karakteristik arsitektur kembali berubah. Manusia pada masa ini selalu memimpikan akan datangnya kesempurnaan di masa yang akan datang. Pengharapan akan kondisi yang paling ideal untuk terjadi dalam segala aspek kehidupan sangat besar. Segala macam utopia mendominasi pemikiran pada masa ini. Segala imaji akan kesempurnaan yang merupakan kondisi paling ideal dari realita yang ada. Arsitektur, sebagai salah satu komponen yang dapat mewujudkan hal itu, menjadi penuh dengan segala macam utopia dari segi estetika. Nilai keindahan bentuk dikedepankan dan diutamakan dalam perwujudannya. Kondisi ini menjauhkan kesadaran akan pentingnya fungsi utama dari hasil karya arsitektur tersebut. Metode menyelesaikan suatu permasalahan dalam berarsitektur selalu dikaitkan terhadap menghasilkan suatu keindahan bentuk yang pada akhirnya tidak melahirkan suatu keunikan akibat faktor utopia yang mendominasi.
Kemajuan pemikiran manusia dalam menghadapi sesuatu serta perkembangan teknologi turut merubah arsitektur baik secara prinsipil maupun superficial. Perang Dunia II, penemuan mesin uap, kemajuan industri, prinsip mass production, dan sebagainya turut menggeser perlakuan manusia terhadap arsitektur. Arsitektur pada masa itu menjadi sebuah alat pemenuhan kebutuhan masal demi pemulihan akibat dampak Perang Dunia II. Dengan prinsip mass production, karakteristik arsitektur menjadi homogen dan seragam dan mengabaikan nilai keheterogenitasan manusia. Permasalahan yang ditemui diselesaikan dengan solusi yang serupa sekalipun permasalahan tersebut adalah dua hal yang berbeda dan membutuhkan penanganan yang berbeda.
Kini berbagai macam karakter dan keheterogenitasan kembali muncul. Tiap individu dihargai dan dinilai sebagai individu. Berbagai macam bentuk arsitektur yang dianggap terlalu arogan pada masa sebelumnya, dengan karakter yang sangat homogen, dianalisa. Berbagai macam kebebasan dan superioritas sebuah individu dapat diekspresikan dengan maksimal. Keinginan untuk menjadi bintang, unik, dan monumental banyak dimiliki oleh individu. Pengulangan maupun pencampuran karakter arsitektur pada masa lalu untuk diterapkan pada hasil karya arsitektur seorang indvidu dapat diterima dengan baik. Tidak ada pengkategorian global yang benar-benar jelas dan nyata mengenai arsitektur yang berlaku sekarang. Satu hal yang benar-benar merupakan kesamaan karakteristik secara global atas arsitektur adalah adanya penghargaan atas kebebasan.

Tentang Keseharian

he Everyday merupakan sebuah kondisi kenyataan yang terdapat pada kehidupan. Sebagai sebuah konsep, Henry Lefebvre mengidentifikasikan The Everyday sebagai sesuatu yang tersisa ketika semua kegiatan tertentu telah dikesampingkan (Wigglesworth & Till, 1998). The Everyday menolak adanya pengkategorian yang jelas. The Everyday melihat semua aspek dan detail dari suatu objek tanpa mengesampingkan elemen minoritasnya. Sebagai sebuah konsep, ia juga menentang kedangkalan pikiran akan pandangan mengenai apa sebenarnya realitas yang ada (Harris, 1997), seperti melihat dan menilai suatu kota hanya melalui kondisi yang ada dan terjadi pada pusat kota saja. The Everyday menekankan kepada kerealitasan dan kesederhanaan dari keseharian yang sesungguhnya. Oleh karena itu The Everyday sering memunculkan pertentangan-pertentangan atas apa yang ada dalam persepsi orang dengan apa yang terdapat pada realitas.
The Everyday berkaitan dengan sesuatu apa yang sudah ada di tempatnya dan juga terhadap yang akrab, bukan apa yang seharusnya ada di tempatnya tersebut (utopia) (Wigglesworth & Till, 1998). Dalam skala kota, ini dapat di artikan sebagai area pinggiran kota, pemukiman padat kumuh, ataupun jalan-jalan tikus yang tidak beraturan. Kesemua hal tersebut bukan suatu hal yang cocok dengan kondisi utopia tersebut, namun pada kenyataannya, itulah hal yang ada dan ”akrab” dalam keseharian.
Nilai-nilai rasionalisasi, penyeragaman, escapism, kepahlawanan, dan konsumerisme merupakan kebalikan dari aspek yang ada pada The Everyday. Tindakan rasionalisasi, -seperti penjatuhan vonis buruk pada pemukiman kumuh. ”...sebuah kota seharusnya tidak memilik kawasan kumuh...’-, adalah sebuah tindakan yang banyak mengabaikan poin penting dan potensial dari pemukiman tersebut. Nilai penyeragaman juga merupakan sebuah nilai yang menolak kenyataan bahwa manusia itu beragam dan heterogen dan menghilangkan keunikan sesuatu dari lainnya. Terlebih lagi nilai escapism yang menjadikan semua yang semu dan bersifat utopia untuk menampikkan realitas yang ada.

Keseharian dan Arsitektur

“It is for this reason we did not call the issue Architecture of the The Everyday –because that would subsume that architecture can represent the The Everyday in a reified manner” (Wigglesworth and Till, 1998: 9). Sarah Wigglesworth dan Jeremy Till menganggap bahwa arsitektur tidak dapat menginterpretasikan the everyday dengan mudah dalam cara tertentu. Mereka mengkhawatirkan sebuah tindakan pengejawantahan the everyday ke dalam hasil karya arsitektur menjadi sebuah objek yang terfokus pada estetika. Berbeda dengan Deborah Berke, yang menganggap bahwa the everyday dapat diejawantahkan ke dalam suatu hasil karya fisik, sekalipun architecture of the everyday tidak dapat didefinisikan secara mutlak. “We may call the result an Architecture of The Everyday, though an architecture of the everyday resist strict definition; any rigorous attempt at a concise delineation will inevitably lead to contradictous” (Berke, 1997:222)
Beberapa poin yang cukup terkait dengan architecture of the everyday antara lain;
An architecture of the everyday may be banal or common “(Berke, 1997:223). Di sini Berke memberikan poin yang menyatakan karakter the everyday yang merupakan bentuk realitas yang ada dalam keseharian, maka arsitektur ini tidak mencari keunikan dengan mencoba menjadi luar biasa, yang mana seringkali berakhir menjadi tiruan daripada hasil yang luar biasa sesungguhnya. Kemudian hasil arsitektur tersebut yang mungkin menjadi biasa tidak mendikte orang untuk berpikir apa, melainkan memberikan kesempatan untuk orang menghasilkan pemahaman mereka sendiri.
An architecture of the everyday may be crude” (Berke, 1997:223). Dalam sesuatu yang masih mentah atau tidak diperhalus terdapat keaslian dan kesegaran. Hasil karya arsitektur yang seperti ini jauh lebih mencerminkan keberagaman karakter yang ada.
An architecture of the everyday acknowledges domestic life” (Berke, 1997:224). Sebagai bagian dari realita yang sangat akrab namun seringkali terabaikan, kehidupan domestic atau kehidupan dalam suatu rumah tangga merupakan aspek yang termasuk dalam perhatian the everyday. Kehidupan domestik merupakan sebuah bentuk elemen yang paling akrab dengan keseharian.
Sebahagian besar arsitek terkecoh dengan kondisi yang ada. Banyak arsitek yang tidak mau atau berhasil mengidentifikasikan the everyday life. Kebanyakan hanya mampu melihat lapisan teratas atau imaji utopia yang dibentuk oleh sekelompok orang. Selain itu, sekarang kita hidup pada budaya dimana pahlawan digantikan dengan selebritis, ketenaran selama lima belas menit dibayar dengan kerja keras seumur hidup. Di era seperti ini banyak arsitek yang menghasilkan karya arsitektur dengan memaksakan menghadirkan karakter sang arsitek ke dalamnya, sekalipun hal tersebut bertentangan dengan kondisi realita. Semua berlomba-lomba untuk menghasilkan karya arsitektur yang monumental dan unik sekaligus show off, meskipun sebenarnya hasil arsitektur tersebut tidak memerlukan kondisi seperti itu.
Arsitektur vernakular yang memiliki karakteristik hasil daripada usaha trial and error manusia dalam menyelesaikan suatu masalah merupakan satu bentuk architecture of the everyday. Tindakan trial and error manusia awam merupakan satu bentuk usaha menyelesaikan permasalahan dengan mendetail dan tanpa mencoba untuk menjadikannya sebagai objek aestetik. Arsitek kebanyakan melihat suatu permasalahan dari permukaan dan secara umum tanpa memperhatikan apa realita sesungguhnya yang terjadi. Gaya, pola pikir, dan imaji tentang utopia menghalangi pandangan arsitek kebanyakan sehingga hasil karya yang keluar hanyalah berupa objek estetika yang tidak berarti banyak.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, the everyday terkait dengan kehidupan domestik karena tingkat keakraban yang dimilikinya. Ruang domestik merupakan sebuah ruang dimana pengalaman hidup berlangsung. Segala realita di dalam kehidupan domestik merupakan sebahagian bentuk the everyday. Organisasi ruang domestik menentukan ritual yang terjadi di dalamnya.
Sekarang ini, di Jakarta terdapat pembangunan ruang domestik dalam jumlah yang relatif banyak. Baik ruang domestik yang terletak di daerah pusat kota maupun di daerah marginal. Tidak sedikit dari pembangunan ruang domestik tersebut yang menggunakan jasa seorang arsitek. Arsitek diminta untuk memanipulasi ruang-ruang domestik tersebut, agar segala macam bentuk rutinitas dan ritual dapat dijalankan sesuai dengan kebutuhan. Bagi arsitek yang memahami the everyday sebagai sebuah konsep dapat menggunakannya untuk menjadikan ruang domestik tersebut berhasil menjadi sebuah karya architecture of the everyday. Pemahaman tersebut merupakan sebuah bentuk hak bagi para arsitek untuk memanipulasi dan merubah pola hidup orang lain untuk menjadi lebih baik. Tetapi masih tidak sedikit pula para arsitek yang masih terkecoh oleh prinsip gaya berarsitektur yang ada. Kondisi seperti ini merupakan sebuah kemunduran yang dapat menjadikan arsitektur kembali mundur ke masa dimana kehomogenitasan dijunjung tinggi.

Daftar Pustaka

Berke, D. (1997). Thoughts on The Everyday. Dalam Steven Harris dan Deborah Berke (Ed.), Architecture of The Everyday. New York: Princeton Architectural Press.
Harris, S. (1997). Everyday Architecture. Dalam Steven Harris dan Deborah Berke (Ed.), Architecture of The Everyday. New York: Princeton Architectural Press.

Wigglesworth, S. & Till, J. (1998).
The Everyday and Architecture. Architectural Design.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger